Komentar Pedas VS Emosi
Emosi sebenarnya merupakan sinyal
komunikasi yang berasal dari pikiran bawah sadar.
Setiap emosi mempunyai makna dan tujuan
yang sangat spesifik yang sangat
bermanfaat bagi diri kita. Namun sayang,
tidak banyak orang yang tahu, mau repot-
repot untuk mencari tahu, atau benar-benar
mengerti makna yang terkandung dalam
setiap emosi. Yang terjadi saat ini coba deh
lihat di jalan raya, di kantor, di keluarga,
termasuk saat kita menerima “komentar
pedas” saat tulisan kita dikritik. Orang yang
tidak bisa mengkontrol emosi akan mudah
gelap mata, dan berfikir irasional, karena
secara langsung emosi bisa mempengaruhilogika.
Kompasiana merupakan wadah baik untuk
pemula maupun yang sudah prof, untuk
menyajikan berbagai bentuk tulisan yang
cukup menarik dan enak dibaca yang kadang-
kadang dibantu dengan visualisasi gambar
yang mudah dimengerti. Apalagi banyak
artikel yang menggambarkan seluruh
pemahaman dan fenomena secara
komprehensif, dilanjutkan dengan
pembangunan mentalitas hingga
ketangguhan sosial yang dirangkum secara
terintegritas dan sinergis. Hanya sayangnya,
tidak semua penulis siap menerima kritikan
bila menyangkut berbagai perpektif
kehidupan yang diasumsikan bertentangan
dengan pola pikir si penulis dan merasa
dipojokan oleh si pemberi koment yang
sebenarnya merupakan PSYCHOLOGICAL
THERAPHY.
Bagi kalangan pemerhati ataupun para ahli
dalam bidang jurnalistik, hal ini dapat
dijadikan bahan kajian dan INTROPEKSI
DIRI sekaligus penawar hati bagi yang
emosional guna melicinkan jalan menuju
Self-reinvention (Red: penemuan kembali
jati diri) bila menghadapi situasi yang kritis.
Masukan yang sistematik dan terarah dalam
mengembangkan potensi dan bakat-bakat
individualnya dapat juga dipadukan dengan
modul-modul pelatihan “Quantum Learning”
Mengenai Quantum Learning yang pada
gilirannya dapat menjadikan seseorang yang
tangguh dan low profile.
Setelah melakukan proses pembelajaran
dalam pencarian jati diri, lewat pengalaman
sehari-hari dan bantuan penulis di
kompasiana dengan tidak lupa menambah
khasanah ilmu dengan memadukan sejumlah
buku-buku ilmiah modern sebagai referensi,
maka dapat disimpulkan bahwa “Kecerdasan
emosi” memiliki peran yang jauh lebih
penting dibandingkan dengan “Kecerdasan
otak” (IQ). Kecerdasan otak barulah
merupakan syarat minimal untuk meraih
keberhasilan, kecerdasan emosilah yang
sesungguhnya menghantarkan seseorang
menuju puncak prestasi.
Jadi saat kita ingin sukses, kita pasti tidak
akan luput dalam berinteraksi dengan
sesama orang untuk mencapai tujuan kita.
Nah dalam berinteraksi ini kita harus bisa
mengontrol atau menempatkan emosi yang
tepat yang dalam berinteraksi, misal ketika
kita berbicara dengan orang yang tersenyum,
kita harus ikut tersenyum sebagai reaksi
yang tepat, dan kita akan mendapat hasil
yang baik, kita akan mendapat hasil yang
berlawanan ketika seseorang tersenyum dan
kita memberi reaksi marah, yang terjadi
komunikasi kita dengan orang tersebut akan
terjadi salah arah, atau tidak akan terjadi
komunikasi yang baik.
Sebenarnya ada banyak kata yang mewakili
emosi. Misalnya sedih, stres, putus asa,
kecewa, marah, senang, bahagia, frustrasi,
gembira, gelisah, depresi, terluka, iri/dengki,
kesepian, rasa bosan, takut, jengkel,
khawatir, cemas, rasa bersalah, tersinggung,
dendam, sakit hati, rasa tidak mampu, benci,
perasaan tidak nyaman, bahagia, tersanjung,
cinta, dll, dalam berinteraksi kita harus bisa
menemukan lawan yang tepat dari emosi
lawan bicara kita untuk mendapat
komunikasi yang baik.
Jadi marilah kita tingkatkan kecerdasan
emosi kita dalam menghadapi setiap
komentar pedas, yang acap kali menerpa
tulisan ataupun counter attack dari
komentar yang kita sampaikan.
-#Adhy#-
Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar